SERU! Seharian di Kelas MI x Alfamart
MARI Institute (MI), Senin (8/1), berbagi keseruan dengan tim Learning & Development and Knowledge Management (LDKM) Alfamart di Alfa Tower, kawasan Alam Sutera, Tangerang.
Kai Soerja memulai sesi pertama dengan materi public speaking. Pertanyaan awal yang disampaikan Kai tentang kendala yang dihadapi saat melakukan public speaking adalah rasa gugup, body language, dan speed berbicara. Tidak hanya soal kendala, tetapi juga peserta berharap skill public speaking semakin meningkat.
“Saya ingin kemampuan public speaking bisa membuat saya hidup dengan baik di masyarakat,” kata selah seorang peserta. Pernyataan ini mengundang tawa peserta yang lain.
Beberapa peserta lain ikut menimpali, ada yang berharap kemampuan public speaking-nya dapat memengaruhi orang lain, lebih lancar menyampaikan ide, dan ada pula yang berkeinginan public speaking dapat meningkatkan personal branding.
Menurut Kai, public speaking memang memiliki dampak pada karir dan pengembangan diri seseorang. Namun, tambahnya, untuk menjadi public speaker yang baik, seseorang harus terbiasa untuk berlatih dasar-dasar berbicara. Misalnya, bagaimana membuka sebuah acara dengan beragam karakter.
“Cara yang paling mudah adalah berbicara di depan cermin, atau rekam. Evaluasi dan catat apa yang kurang baik. Selanjutnya, kalahkan ketakutan dalam diri sendiri,” terang Kai.
Dalam kelas ini, Kai juga menerangkan pentingnya body language atau gestur yang diperlihatkan public speaker.
Sesi kedua diisi dengan materi Great Content Start with Brand Story. Eraldhys Webyansah atau akrab dipanggil Raldo, Head of Digital Mahaka Radio Integra (MARI), membagikan bagaimana menulis copy dan artikel dengan baik sehingga pembaca atau target audience dapat memahami dan melakukan tindakan seperti yang diharapkan. Ia memaparkan bagaimana membangun story dalam sebuah konten media sosial dan artikel sehingga bisa meningkatkan persona.
“Media sosial termasuk tik-tok menjadi ujung tombak bagaimana brand menyampaikan pesan dengan singkat, jelas, menarik, dan mencuri perhatian orang lain,” ungkapnya.
Raldo kemudian membedah kekuatan story telling yang sudah dilakukan oleh beberapa brand besar seperti Nike, Coca-Cola, dan Starbucks. Menurutnya, dalam setiap story ada yang namanya masalah, solusi dan call to action yang bisa dikemas dalam konsep yang fresh. Kemasan pesan yang disampaikan bisa bersifat komedi, fun, musik, film, news update, atau yang lainnya tergantung dari karakter audiencenya.
“Lakukan riset untuk mengenali audiencenya. Dari sini baru bisa menentukan packaging pesannya. Pasti dampaknya akan efektif,” tambahnya.
Di akhir sesi, materi yang disampaikan terkait dengan teknik menulis artikel. Ia memberi contoh kendala yang kerap dihadapi penulis. Misalnya, penggunaan diksi yang tepat, struktur artikel, dan juga bagaimana menyusun kalimat yang efektif sehingga memudahkan audience dalam membaca pesan.
Jhonny White yang menjadi pemateri terakhir berhasil membuat seluruh peserta berani tampil dengan menunjukkan bakatnya sebagai voice over talent. Di awal kelas, Johnny sudah membuat gaduh seisi kelas dengan humor-humor garingnya.
Ia kemudian meminta seluruh peserta untuk berlatih membaca kalimat dan tag line product yang sudah tidak asing lagi. Hasilnya, beberapa peserta memiliki karakter suara yang menurut Jhonny sudah mendekati karakter voice over.
Jhonny bercerita, untuk menjadi seorang voice over talent, ada beberapa teknik voice training yang bisa dilakukan dengan rutin yaitu breathing technique untuk melatih pengaturan jeda pada script panjang dan pendek, speed untuk mengatur kecepatan saat membaca naskah, intonasi untuk menentukan melodi dalam membaca script, dan artikulasi.
“Latihan aja dengan baca naskah yang pendek, kayak tag line. Seminggu kemudian, baca kalimat yang lebih panjang. Lakukan setiap hari. Oh ya, jangan lupa power itu sangat penting. Ingat. Power itu beda dengan berteriak ya,” katanya.